Kehidupan ibadah, zuhud dan upaya mencari ridha Allah adalah permulaan Ummu Muslim menjalani hidup bersama suaminya. Siapapun yang cemerlang permulaannya maka cemerlang juga akhirnya. Kisah hidup Ummu Muslim ini contohnya.
Ummu Muslim al-Khaulani adalah seorang wanita dari kalangan wanita tabi’in. Ummu Muslim adalah seorang wanita tabi’in yang terhormat, mempunyai pengaruh besar, dan memiliki kapasitas keilmuan dan pengetahuan yang memadai, selain sifat zuhud dan ketakwaan
Ummu Muslim al-Khaulani adalah seorang wanita dari kalangan wanita tabi’in. Ummu Muslim adalah seorang wanita tabi’in yang terhormat, mempunyai pengaruh besar, dan memiliki kapasitas keilmuan dan pengetahuan yang memadai, selain sifat zuhud dan ketakwaan
Suaminya adalah Abu Muslim al-Khaulani ad-Darani, seorang tokoh tabi’in yang zuhud sepanjang masa, sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah bin Tsaub(Salah satu dari delapan tabi’in yang zuhud). Ia masuk islam pada masa hidup Rasulullah SAW, namun ia tidak sempat bertemu dengan beliau. Ia datang ke Madinah saat pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq.
Abu Muslim meriwayatkan hadits dari Umar, Muadz bin Jabal, Abu Dzar al-Ghifari, Abu Ubaidah dan Ubadah bin ash-Shamit R.a. Banyak tokoh besar tabi’in dimasanya meriwayatkan hadits darinya. Ia menjadi orang bijak bagi umat. Allah memberikan padanya kemuliaan dan keilmuan. Ia mendatangi Syam lalu tinggal di Daraya(sebuah desa yang terletak sekitar tiga mil dari pusat kota Damaskus)
Ummu Muslim al-Khaulaniyyah terkenal dengan nama panggilan ini. Kepopulerannya mendapatkan tambahan dari suaminya Abu Muslim al-Khaulani. Di samping itu, ia sendiri seorang yang gemar ibadah dan shalih. Waktunya penuh dengan berbagai macam ketaatan. Ia selalu mengingat Allah dalam keadaan berdiri dan duduk baik diwaktu sore maupun pagi. Karenanya, ia menempati kedudukan tinggi diantara wanita-wanita tabi’in. Nama baiknya berkumandang didunia dan menjadi teladan baik bagi siapapun yang ingin seperti dirinya.
Ummu Muslim bukan termasuk wanita yang terfokus secara penuh dengan kewajiban-kewajiban agama semata dengan meninggalkan kewajiban duniawi. Ia adalah seorang wanita produktif dan mandiri. Ia sangat pandai menyulam dan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan tangan. Dengan ini semua, ia termasuk wanita yang rajin beribadah dan bekerja dengan mandiri.
Ummu Muslim menjual hasil sulamannya dan memberikannya kepada suaminya untuk dibelikan keperluannya. Suatu ketika, ia memberikan kepada suaminya uang satu dirham guna membeli tepung. Lalu sang suami menyedekahkan. Namun Allah memuliakannya dengan kejernihan sanubarinya.
Atha’ al-Khurasani mengisahkannya, istri Abu Muslim al-Khaulani berkata kepada suaminya,”Wahai Abu Muslim, kita tidak punya tepung lagi.”
Abu Muslim berkata,”Apakah engkau mempunyai sesuatu(uang)?”
Ia menjawab,”Satu dirham. Kita mendapatkannya dari menjual sulaman.”
Abu Muslim berkata,”Berikanlah kepadaku dan berikan juga kantong wadah tepung!”
Abu muslim pergi kepasar dan berdiri didepan seorang penjual bahan makanan. Tiba-tiba ia didatangi oleh pengemis dan berkata, “Wahai Abu Muslim! Berilah sedekah padaku.” Si pengemis itu terus menerus meminta. Akhirnya ia menyerahkan satu-satunya uang dirham itu. Ia meraih kantongnya lalu mengisinya dengan serbuk kayu bersama debu. Lalu ia menuju rumahnya. Kemudian ia meletakkan kantong itu dibalik pintu kemudian pergi menuju tempat ibadahnya.
Ummu Muslim membuka kantong itu dan ternyata isinya tepung putih bersih. Ia pun membuat adonan untuk dijadikan roti. Saat Abu Muslim datang di malam hari, Ummu Muslim telah meletakkan kue dan roti dihadapannya. Ia berkata,”Dari manakah engkau mendapatkan ini, wahai Ummu Muslim?”
Ia menjawab,”Dari tepung yang engkau bawa siang tadi.” Maka ia pun memakannya sambil menangis.
Ummu Muslim termasuk wanita yang paling berbakti kepada suaminya. Ia memberikan pelayanan dan menjadi teman terbaik yang menyertai suami. Tapi ada wanita tetangganya yang menjadikan hubungan Ummu Muslim rusak dengan suaminya. Abu Muslim mendoakan atas wanita itu hingga menjadi buta. Belakangan, wanita itu datang padanya untuk mengakui kesalahannya dan bertaubat. Maka Allah mengembalikan penglihatannya kembali.
Abu Nuaim al-Ashbhani menuturkan rincian kisah ini:
Setiap kali Abu Muslim al-Khaulani pulang kerumahnya dari masjid, ia selalu mengucapkan takbir didepan pintu tempat tinggalnya. Lalu istrinya menyahut dengan takbir pula. Ketika sampai diberanda rumahnya, ia bertakbir lalu istrinya pun menyahutinya dengan takbir. Ketika sampai dipintu rumahnya, ia bertakbir dan diikuti jawaban takbir oleh istrinya.
Suatu malam ia pulang. Lalu ia bertakbir didepan pintu tempat tinggalnya. Namun tak ada seorangpun yang menyahutnya. Ketika sampai diberanda rumah, ia pun bertakbir, namun tak ada seorang pun yang menyahutinya. Tatkala ia sampai di pintu rumahnya, ia bertakbir dan lagi-lagi tidak ada seorang pun yang menjawabnya.
Padahal biasanya ketika ia masuk rumah, istrinya meraih surban dan kedua sandalnya lalu memberikannya makanan . Ketika masuk rumah, ternyata tak ada lampu penerangan. Ketika diperiksa, ternyata istrinya sedang duduk dirumah sedang termenung mengorek-ngorek sebatang dahan ditangannya.
Abu Muslim bertanya kepadanya,”Ada apa denganmu?”
Ia menjawab,” Engkau mempunyai kedudukan tinggi dimata Muawiyah bin Abu Sufyan sedangkan kita tidak punya pembantu(budak). Seandainya engkau meminta diberikan budak, ia pasti memberikannya kepadamu.
Abu Muslim sadar bahwa dalam masalah ini ada sesuatu yang tersembunyi. Ia menengadahkan wajahnya kelangit seraya berkata,” Ya Allah, siapapun yang merusak istriku maka butakanlah mata penglihatannya.”
Abu Nuaim al-Ashbhani menceritakan,”Sebelumnya ada seorang wanita datang menemui Ummu Muslim. Wanita itu berkata,”suamimu mempunyai kedudukan penting di sisi Muawiyah. Seandainya engkau katakan padanya agar minta diberikan budak untuk melayanimu, pasti ia akan memberikannya hingga kalian dapat hidup sejahtera.”
Ketika wanita itu sedang duduk dirumahnya malam hari, tiba-tiba penglihatannya menjadi gelap. Ia berkata,”ada apa gerangan dengan lentera-lentera kalian?apakah padam?
Saat itu ia menyadari dosanya dan campur tangannya dalam kehidupan Ummu Muslim. Maka ia mengahadap Abu Muslim seraya menangis dan memintanya berdoa kepada Allah agar mengembalikan penglihatnnya. Abu Muslim merasa kasihan lalu memohon kepada Allah dengan sepenuh hati agar Allah mengembalikan penglihatannya. Selanjutnya Ummu Muslim kembali ke kehidupan yang bersih bersama suaminya Abu Muslim.
Abu Muslim al-Khaulani selalu menautkan hatinya kepada Allah atas dasar yang benar. Ia pun membimbing istrinya dan mengajarkan bahwa tidaklah terhenti keperluan duniawi yang dimintakan seseorang kepada Allah kecuali ia sendiri akan beruntung dengan kepastian Allah tentang hal itu. Allah Azza Wa Jalla berfirman:”Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.(QS. Ath-Thalaq:2-3)
Diantara tanda kemenangan dan keberhasilan, yaitu mengembalikan sesuatu hanya kepada Allah. Bukan pada manusia. Sebab, manusia tidak memiliki apa-apa. Mungkin Ummu Muslim tidak mengetahui kenyataan ini kecuali setelah beberapa lama. Sejak saat itu, terkuak sudah hakikat dari apa yang selama ini diajarkan oleh suaminya.
Ini adalah peristiwa yang benar-benar terjadi. Suatu ketika, ia meminta keperluan dan menyuruhnya untuk datang kepada Muawiyah. Namun, ia justru datang ke masjid dan meminta pertolongan pada Allah demi memenuhi kebutuhannya. Allah memberikan kehormatan dan nikmat kepadanya. Selanjutnya Abu Muslim mengucapkan syukur atas apa yang telah Allah kuasakan dan berikan kepadanya.
Dalam kitab Tarikh Dimasyq, Ibnu Asakir menuturkan kisah Abu Muslim bersama istrinya Ummu Muslim. Ummu Muslim berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Muslim, sekarang musim dingin telah tiba. Kita tak punya bahan pakaian, makanan dan juga cadangan lauk pauk, sepatu dan juga kayu.”
Abu Muslim berkata,”Apa yang engkau inginkan, wahai Ummu Muslim?”
Ia menjawab,”Engkau datang kepada Muawiyah dan dia orang yang paling mengerti dirimu. Engkau bisa memberitahukan kebutuhanmu dan kesulitan kita.”
Abu Muslim berkata,”Saya malu meminta sesuatu pada selain Allah!”
Namun, Ummu Muslim terus menerus meminta. Ketika ia semakin banyak berkata-kata, Abu Muslim berkata,” Mengapa engkau?siapkanlah perlengkapan untukku!”
Lalu Abu Muslim menuju masjid dan berdiam seharian penuh. Ketika banyak orang menunaikan sholat Isya dan masjid menyisakan dirinya sendirian, ia bersimpuh diatas kedua lututnya, lalu berkata,”Ya Allah! Engkau Maha Mengetahui keadaanku dalam hubungan antara diriku denganMu. Engkau telah mendengar pernyataan Ummu Muslim. Ia memintaku mengahadap Muawiyah sedangkan seluruh simpanan kekayaan dunia ada padaMu. Muawiyah hanyalah satu dari makhluk-makhlukMu. Sesungguhnya saya memohon kepadaMu dari kebaikanMu yang banyak dan mudah.” Lalu ia menuturkan kebutuhan-kebutuhannya
Kemudian ia meneruskan,” sesungguhnya simpanan kekayaanMu tak akan pernah habis, dan kebaikanMu tak akan berkurang. Engkau Maha Mengetahui diriku. Engkau telah mengetahui bahwa Engkau paling saya cintai dari selainMu. Apabila Engkau memberikannya padaku maka saya pasti banyak memujiMu atas pemberian itu. Apabila Engkau menghalangiku maka bagiMu segala puji yang banyak.
Sementara ada seorang dari keluarga Muawiyah masih berada dimasjid, mendengarkan semua perkataan dari Abu Muslim. Lalu ia keluar dari masjid menuju tempat Muawiyah, serta memberitahukan kejadian dan perkataan yang telah ia dengar.
Muawiyah berkata,”Tahukah engkau siapa gerangan dirinya?Dia adalah Abu Muslim. Bukankah engkau telah mendata apa yang ia katakan?”
Orang itu menjawab,”Benar, wahai Amirul Mukminin.”
Muawiyah berkata,”Maka lipat gandakan baginya setiap yang ia minta dan cepat-cepatlah memberikannya sekarang kerumahnya. Jangan samapi besok, kecuali semua ini berada dirumahnya dengan setiap sesuatu digandakan.”
Ia membawa semua yang ia katakan. Ketika semua barang itu tiba dihadapan Ummu Muslim, ia memuji Muawiyah,” saya masih mengumpat orang tua itu agar mendatanginya, namun ia menolak permintaanku itu.”
Ketika Abu Muslim selesai melaksanakan sholat shubuh, ia pulang dengan penuh keyakinan kepada Tuhannya. Ketika sampai dirumahnya, ia mendapati barang-barang yang melimpah terlihat kehitam-hitaman dari kejauhan.
Ummu Muslim berkata kepadanya,”Wahai Abu Muslim, lihatlah apa yang telah dihadiahkan oleh Amirul Mukminin kepadamu?”
Dia menjawab,”sungguh jauh sekali pikiranmu! Engkau mengkufuri nikmat dan tidak bersyukur kepada Dzat Yang Maha Pemberi Rezeki. Sungguh demi Allah, saya tidak datang kerumah Muawiyah, juga tidak berbicara pada pengawalnya dan tidak pula menyampaikan keperluanku kepadanya. Ini tidak lain adalah bagian dari Allah yang telah Dia hadiahkan kepada kita. Sungguh segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya.
Sejak saat itu Ummu Muslim menyadari perhatian besar suaminya dalam mendidiknya akan hakikat tawakal kepada Allah. Sejak saat itu pula, ia tidak lagi meminta sesuatu padanya. Ia sangat menjaga diri untuk selalu berada dalam jalan hidup yang telah diajarkan suaminya.
Penulis buku tarikh Daraya menuturkan setelah kematian suaminya, Ummu Muslim menikah dengan Amr bin Abd al-Khaulani. Ia seorang zuhud, rajin ibadah, wara’ dan bertakwa. Suatu ketika Ummu Muslim ditanya,” Manakah yang terbaik diantara dua lelaki itu?
Ia menjawab,”Abu Muslim. Sebab ia tidak meminta kepada Allah kecuali Allah memberinya. Adapun Amr bin Abd, ia seorang yang diterangi cahaya dalam Mihrab(tempat shalatnya) hingga saya memenuhi keperluannya dengan penerangan cahayanya, tanpa bantuan lentera,”
Ummu Muslim al-Khaulaniyyah termasu wanita tabi’in terbaik yang menjadi teladan dan panutan. Semoga Allah merahmati Ummu Muslim dan menerangi kuburnya. Sungguh kisah hidupnya menjadi obat hati bagi yang mendengarnya.
Sumber: 101 Kisah Tabi’in
Abu Muslim meriwayatkan hadits dari Umar, Muadz bin Jabal, Abu Dzar al-Ghifari, Abu Ubaidah dan Ubadah bin ash-Shamit R.a. Banyak tokoh besar tabi’in dimasanya meriwayatkan hadits darinya. Ia menjadi orang bijak bagi umat. Allah memberikan padanya kemuliaan dan keilmuan. Ia mendatangi Syam lalu tinggal di Daraya(sebuah desa yang terletak sekitar tiga mil dari pusat kota Damaskus)
Ummu Muslim al-Khaulaniyyah terkenal dengan nama panggilan ini. Kepopulerannya mendapatkan tambahan dari suaminya Abu Muslim al-Khaulani. Di samping itu, ia sendiri seorang yang gemar ibadah dan shalih. Waktunya penuh dengan berbagai macam ketaatan. Ia selalu mengingat Allah dalam keadaan berdiri dan duduk baik diwaktu sore maupun pagi. Karenanya, ia menempati kedudukan tinggi diantara wanita-wanita tabi’in. Nama baiknya berkumandang didunia dan menjadi teladan baik bagi siapapun yang ingin seperti dirinya.
Ummu Muslim bukan termasuk wanita yang terfokus secara penuh dengan kewajiban-kewajiban agama semata dengan meninggalkan kewajiban duniawi. Ia adalah seorang wanita produktif dan mandiri. Ia sangat pandai menyulam dan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan tangan. Dengan ini semua, ia termasuk wanita yang rajin beribadah dan bekerja dengan mandiri.
Ummu Muslim menjual hasil sulamannya dan memberikannya kepada suaminya untuk dibelikan keperluannya. Suatu ketika, ia memberikan kepada suaminya uang satu dirham guna membeli tepung. Lalu sang suami menyedekahkan. Namun Allah memuliakannya dengan kejernihan sanubarinya.
Atha’ al-Khurasani mengisahkannya, istri Abu Muslim al-Khaulani berkata kepada suaminya,”Wahai Abu Muslim, kita tidak punya tepung lagi.”
Abu Muslim berkata,”Apakah engkau mempunyai sesuatu(uang)?”
Ia menjawab,”Satu dirham. Kita mendapatkannya dari menjual sulaman.”
Abu Muslim berkata,”Berikanlah kepadaku dan berikan juga kantong wadah tepung!”
Abu muslim pergi kepasar dan berdiri didepan seorang penjual bahan makanan. Tiba-tiba ia didatangi oleh pengemis dan berkata, “Wahai Abu Muslim! Berilah sedekah padaku.” Si pengemis itu terus menerus meminta. Akhirnya ia menyerahkan satu-satunya uang dirham itu. Ia meraih kantongnya lalu mengisinya dengan serbuk kayu bersama debu. Lalu ia menuju rumahnya. Kemudian ia meletakkan kantong itu dibalik pintu kemudian pergi menuju tempat ibadahnya.
Ummu Muslim membuka kantong itu dan ternyata isinya tepung putih bersih. Ia pun membuat adonan untuk dijadikan roti. Saat Abu Muslim datang di malam hari, Ummu Muslim telah meletakkan kue dan roti dihadapannya. Ia berkata,”Dari manakah engkau mendapatkan ini, wahai Ummu Muslim?”
Ia menjawab,”Dari tepung yang engkau bawa siang tadi.” Maka ia pun memakannya sambil menangis.
Ummu Muslim termasuk wanita yang paling berbakti kepada suaminya. Ia memberikan pelayanan dan menjadi teman terbaik yang menyertai suami. Tapi ada wanita tetangganya yang menjadikan hubungan Ummu Muslim rusak dengan suaminya. Abu Muslim mendoakan atas wanita itu hingga menjadi buta. Belakangan, wanita itu datang padanya untuk mengakui kesalahannya dan bertaubat. Maka Allah mengembalikan penglihatannya kembali.
Abu Nuaim al-Ashbhani menuturkan rincian kisah ini:
Setiap kali Abu Muslim al-Khaulani pulang kerumahnya dari masjid, ia selalu mengucapkan takbir didepan pintu tempat tinggalnya. Lalu istrinya menyahut dengan takbir pula. Ketika sampai diberanda rumahnya, ia bertakbir lalu istrinya pun menyahutinya dengan takbir. Ketika sampai dipintu rumahnya, ia bertakbir dan diikuti jawaban takbir oleh istrinya.
Suatu malam ia pulang. Lalu ia bertakbir didepan pintu tempat tinggalnya. Namun tak ada seorangpun yang menyahutnya. Ketika sampai diberanda rumah, ia pun bertakbir, namun tak ada seorang pun yang menyahutinya. Tatkala ia sampai di pintu rumahnya, ia bertakbir dan lagi-lagi tidak ada seorang pun yang menjawabnya.
Padahal biasanya ketika ia masuk rumah, istrinya meraih surban dan kedua sandalnya lalu memberikannya makanan . Ketika masuk rumah, ternyata tak ada lampu penerangan. Ketika diperiksa, ternyata istrinya sedang duduk dirumah sedang termenung mengorek-ngorek sebatang dahan ditangannya.
Abu Muslim bertanya kepadanya,”Ada apa denganmu?”
Ia menjawab,” Engkau mempunyai kedudukan tinggi dimata Muawiyah bin Abu Sufyan sedangkan kita tidak punya pembantu(budak). Seandainya engkau meminta diberikan budak, ia pasti memberikannya kepadamu.
Abu Muslim sadar bahwa dalam masalah ini ada sesuatu yang tersembunyi. Ia menengadahkan wajahnya kelangit seraya berkata,” Ya Allah, siapapun yang merusak istriku maka butakanlah mata penglihatannya.”
Abu Nuaim al-Ashbhani menceritakan,”Sebelumnya ada seorang wanita datang menemui Ummu Muslim. Wanita itu berkata,”suamimu mempunyai kedudukan penting di sisi Muawiyah. Seandainya engkau katakan padanya agar minta diberikan budak untuk melayanimu, pasti ia akan memberikannya hingga kalian dapat hidup sejahtera.”
Ketika wanita itu sedang duduk dirumahnya malam hari, tiba-tiba penglihatannya menjadi gelap. Ia berkata,”ada apa gerangan dengan lentera-lentera kalian?apakah padam?
Saat itu ia menyadari dosanya dan campur tangannya dalam kehidupan Ummu Muslim. Maka ia mengahadap Abu Muslim seraya menangis dan memintanya berdoa kepada Allah agar mengembalikan penglihatnnya. Abu Muslim merasa kasihan lalu memohon kepada Allah dengan sepenuh hati agar Allah mengembalikan penglihatannya. Selanjutnya Ummu Muslim kembali ke kehidupan yang bersih bersama suaminya Abu Muslim.
Abu Muslim al-Khaulani selalu menautkan hatinya kepada Allah atas dasar yang benar. Ia pun membimbing istrinya dan mengajarkan bahwa tidaklah terhenti keperluan duniawi yang dimintakan seseorang kepada Allah kecuali ia sendiri akan beruntung dengan kepastian Allah tentang hal itu. Allah Azza Wa Jalla berfirman:”Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.(QS. Ath-Thalaq:2-3)
Diantara tanda kemenangan dan keberhasilan, yaitu mengembalikan sesuatu hanya kepada Allah. Bukan pada manusia. Sebab, manusia tidak memiliki apa-apa. Mungkin Ummu Muslim tidak mengetahui kenyataan ini kecuali setelah beberapa lama. Sejak saat itu, terkuak sudah hakikat dari apa yang selama ini diajarkan oleh suaminya.
Ini adalah peristiwa yang benar-benar terjadi. Suatu ketika, ia meminta keperluan dan menyuruhnya untuk datang kepada Muawiyah. Namun, ia justru datang ke masjid dan meminta pertolongan pada Allah demi memenuhi kebutuhannya. Allah memberikan kehormatan dan nikmat kepadanya. Selanjutnya Abu Muslim mengucapkan syukur atas apa yang telah Allah kuasakan dan berikan kepadanya.
Dalam kitab Tarikh Dimasyq, Ibnu Asakir menuturkan kisah Abu Muslim bersama istrinya Ummu Muslim. Ummu Muslim berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Muslim, sekarang musim dingin telah tiba. Kita tak punya bahan pakaian, makanan dan juga cadangan lauk pauk, sepatu dan juga kayu.”
Abu Muslim berkata,”Apa yang engkau inginkan, wahai Ummu Muslim?”
Ia menjawab,”Engkau datang kepada Muawiyah dan dia orang yang paling mengerti dirimu. Engkau bisa memberitahukan kebutuhanmu dan kesulitan kita.”
Abu Muslim berkata,”Saya malu meminta sesuatu pada selain Allah!”
Namun, Ummu Muslim terus menerus meminta. Ketika ia semakin banyak berkata-kata, Abu Muslim berkata,” Mengapa engkau?siapkanlah perlengkapan untukku!”
Lalu Abu Muslim menuju masjid dan berdiam seharian penuh. Ketika banyak orang menunaikan sholat Isya dan masjid menyisakan dirinya sendirian, ia bersimpuh diatas kedua lututnya, lalu berkata,”Ya Allah! Engkau Maha Mengetahui keadaanku dalam hubungan antara diriku denganMu. Engkau telah mendengar pernyataan Ummu Muslim. Ia memintaku mengahadap Muawiyah sedangkan seluruh simpanan kekayaan dunia ada padaMu. Muawiyah hanyalah satu dari makhluk-makhlukMu. Sesungguhnya saya memohon kepadaMu dari kebaikanMu yang banyak dan mudah.” Lalu ia menuturkan kebutuhan-kebutuhannya
Kemudian ia meneruskan,” sesungguhnya simpanan kekayaanMu tak akan pernah habis, dan kebaikanMu tak akan berkurang. Engkau Maha Mengetahui diriku. Engkau telah mengetahui bahwa Engkau paling saya cintai dari selainMu. Apabila Engkau memberikannya padaku maka saya pasti banyak memujiMu atas pemberian itu. Apabila Engkau menghalangiku maka bagiMu segala puji yang banyak.
Sementara ada seorang dari keluarga Muawiyah masih berada dimasjid, mendengarkan semua perkataan dari Abu Muslim. Lalu ia keluar dari masjid menuju tempat Muawiyah, serta memberitahukan kejadian dan perkataan yang telah ia dengar.
Muawiyah berkata,”Tahukah engkau siapa gerangan dirinya?Dia adalah Abu Muslim. Bukankah engkau telah mendata apa yang ia katakan?”
Orang itu menjawab,”Benar, wahai Amirul Mukminin.”
Muawiyah berkata,”Maka lipat gandakan baginya setiap yang ia minta dan cepat-cepatlah memberikannya sekarang kerumahnya. Jangan samapi besok, kecuali semua ini berada dirumahnya dengan setiap sesuatu digandakan.”
Ia membawa semua yang ia katakan. Ketika semua barang itu tiba dihadapan Ummu Muslim, ia memuji Muawiyah,” saya masih mengumpat orang tua itu agar mendatanginya, namun ia menolak permintaanku itu.”
Ketika Abu Muslim selesai melaksanakan sholat shubuh, ia pulang dengan penuh keyakinan kepada Tuhannya. Ketika sampai dirumahnya, ia mendapati barang-barang yang melimpah terlihat kehitam-hitaman dari kejauhan.
Ummu Muslim berkata kepadanya,”Wahai Abu Muslim, lihatlah apa yang telah dihadiahkan oleh Amirul Mukminin kepadamu?”
Dia menjawab,”sungguh jauh sekali pikiranmu! Engkau mengkufuri nikmat dan tidak bersyukur kepada Dzat Yang Maha Pemberi Rezeki. Sungguh demi Allah, saya tidak datang kerumah Muawiyah, juga tidak berbicara pada pengawalnya dan tidak pula menyampaikan keperluanku kepadanya. Ini tidak lain adalah bagian dari Allah yang telah Dia hadiahkan kepada kita. Sungguh segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya.
Sejak saat itu Ummu Muslim menyadari perhatian besar suaminya dalam mendidiknya akan hakikat tawakal kepada Allah. Sejak saat itu pula, ia tidak lagi meminta sesuatu padanya. Ia sangat menjaga diri untuk selalu berada dalam jalan hidup yang telah diajarkan suaminya.
Penulis buku tarikh Daraya menuturkan setelah kematian suaminya, Ummu Muslim menikah dengan Amr bin Abd al-Khaulani. Ia seorang zuhud, rajin ibadah, wara’ dan bertakwa. Suatu ketika Ummu Muslim ditanya,” Manakah yang terbaik diantara dua lelaki itu?
Ia menjawab,”Abu Muslim. Sebab ia tidak meminta kepada Allah kecuali Allah memberinya. Adapun Amr bin Abd, ia seorang yang diterangi cahaya dalam Mihrab(tempat shalatnya) hingga saya memenuhi keperluannya dengan penerangan cahayanya, tanpa bantuan lentera,”
Ummu Muslim al-Khaulaniyyah termasu wanita tabi’in terbaik yang menjadi teladan dan panutan. Semoga Allah merahmati Ummu Muslim dan menerangi kuburnya. Sungguh kisah hidupnya menjadi obat hati bagi yang mendengarnya.
Sumber: 101 Kisah Tabi’in
Tidak ada komentar:
Posting Komentar