Ia adalah shawwam (banyak berpuasa), qawwam (banyak shalat malamnya), hajjaj (banyak hajinya).(Asy-Sya’bi Rah.a)
Aswad bin Yazid dikenal banyak menunaikan ibadah haji. Menurut beberapa ahli sejarah, kunjungannya ke Baitullah lebih dari 80 kali baik untuk melaksanakan haji maupun umrah. Ia juga banyak berpuasa dan shalat. Ia selalu ingin dekat dengan Rasulullah SAW. Aswad bin Yazid berasal dari keluarga berilmu. Ia selalu dekat dengan al-Qur’an, dengan mengkhatamkan al-Qur’an dibulan Ramadhan setiap dua malam sekali. Pada selain Ramadhan ia mengkhatamkannya setiap enam hari
Ia berpuasa sepanjang tahun sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW:”Tidaklah disebut orang berpuasa ketika seseorang melakukan puasanya selamanya. Karena puasa tiga hari disetiap bulannya sama pahalanya dengan puasa sepanjang tahun semuanya.”(HR. Bukhari, No.495; dan Imam Muslim, No.1159).
Lisannya mongering karena banyak berpuasa, lalu dibasahi dengan bacaan al-Qur’an. Wajahnya berseri dengan kesabaran dan ketaatan. Semoga Allah merahmati Aswad bin Yazid, guru bagi orang-orang yang zuhud, dan salah satu dari kedelapan tokoh zuhud. Kisah perjalanan hidupnya dipenuhi puasa, shalat malam, dan haji.
Ia mempunyai nama lengkap al-Aswad bin Yazid bin Qais. Julukannya Abu Amr an-Nakha’iy al-Kufi. Ia saudara kandung Abdurrahman bin Yazid, salah seorang tabi’in. Beliau juga adalah paman dari Ibrahim an-Nakha’iy yang juga salah seorang tabi’in dan semua keluarganya tinggal dalam satu rumah yang ditempati para ulama. Mereka diberikan apresiasi sebagai orang-orang yang bekerja keras karena taat kepada Allah, menegakan shalat, menunaikan zakat dan menjalankan ibadah haji.
Ia belajar dari banyak sahabat Rasulullah SAW, hingga mendapatkan kesempatan untuk meriwayatkan hadis dari Muadz bin Jabal r.a, Bilal bin Rabah r.a, Abdullah bin Mas’ud r.a, Ummul Mukminin Aisyah r.a, Hudzaifah bin Yaman r.a dan para sahabat generasi pertama lainnya.
Dari Aswad bin Yazid banyak ulama yang meriwayatkan hadits, antara lain: anaknya Abdurrahman dan Ibrahim al-Nakha’iy; juga Imam asy-Sya’biy seorang hakim terpercaya. Para rawi selalu menyandingkan nama Aswad bin Yazid dengan Masruq bin al-Ajda’. Mereka mengatakan:” Sesungguhnya Aswad bin Yazid sebanding dengan Masruq bin al-Ajda’ dalam hal keagungan, ilmu, ketsiqahan, dan umur. Ibadah mereka menjadi bunga pembicaraan banyak orang.
Aswad bin Yazid senantiasa mendirikan shalat pada saat waktunya datang. Ia menambatkan untanya meskipun pada batu lalu mendirikan shalat, sebagai implementasi dari firman Allah:” (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS.Luqman:4-5).
Ia hapal al-Qur’an dan membacanya pagi dan petang hari. Ia sangat mengharapkan keutamaan dan pahala dari Allah SWT, mengharapkan perniagaan yang tak akan rugi selamanya. Sebagai wujud dari firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”(QS. Fathir:29-30)
Para ahli sejarah memberikan apresiasi pada Aswad bin Yazid sebagai hamba Allah yang khusyu. Mereka mengatakan,”Ia adalah seorang pembaca yang banyak mendirikan shalat, pejalan yang banyak berpuasa, ahli fiqih yang peka dan seorang fakir yang tertahan (pemenuhan kebutuhannya)
Bukan berarti shalat dan ijtihad yang menjadi konsentrasinya menjadikannya melalaikan kewajiban agama lainnya. Ia juga memberikan perhatian pada kewajiban-kewajiban agamanya serta hak-haknya. Ia sering berpuasa hingga warna bibirnya menjadi hitam pecah karena sangat kering. Ia bersusah payah dalam berpuasa sehingga tubuhnya berona hijau karena sangat kering, kedua matanya cekung, lemah dan sakit.
”Mengapa engkau siksa tubuh ini, wahai Abu Abdurrahman?” tanya Alqamah bin Martsad, seorang sahabatnya.
”Saya menginginkan istrahatnya tubuh ini, wahai saudaraku, wahai orang yang punya kesungguhan.”
Asy-Sya’bi mengapresiasikan sifat Aswad dengan tiga kata, ” Ia adalah shawwam (banyak berpuasa), qawwam (banyak shalat malamnya), hajjaj (banyak hajinya).”
Kegigihannya dalam beribadah menyebabkan fisiknya lemah. Ketika menghadapi sakaratul maut, ia menangis sedih. Lalu teman-temannya berkata,”wahai Abu Abdurrahman, mengapa engkau bersedih seperti ini?.”
”Bagaimana saya tidak bersedih. Sungguh demi Allah, sekalipun saya mendapatkan ampunan dari Allah SWT, saya masih sangat malu atas apa yang sudah saya perbuat. Sesungguhnya seseorang akan berada diantara dirinya dan dosa kecil terakhir, lalu Allah mengampuninya. Saat itu, rasa malu pada Allah pun masih tetap ada.”
Semoga Allah merahmati al-Aswad bin Yazid. Ia telah kembali memenuhi panggilan Tuhannya, dan pulang dari bumi ini pada tahun 75 H. Namanya diletakkan dalam daftar delapan tokoh zuhud yang menjadi teladan dalam hal Qana’ah dan upaya keras untuk meraihnya.
Sumber:
Syiar A’lam an-Nubala’,IV/50-51
Lisannya mongering karena banyak berpuasa, lalu dibasahi dengan bacaan al-Qur’an. Wajahnya berseri dengan kesabaran dan ketaatan. Semoga Allah merahmati Aswad bin Yazid, guru bagi orang-orang yang zuhud, dan salah satu dari kedelapan tokoh zuhud. Kisah perjalanan hidupnya dipenuhi puasa, shalat malam, dan haji.
Ia mempunyai nama lengkap al-Aswad bin Yazid bin Qais. Julukannya Abu Amr an-Nakha’iy al-Kufi. Ia saudara kandung Abdurrahman bin Yazid, salah seorang tabi’in. Beliau juga adalah paman dari Ibrahim an-Nakha’iy yang juga salah seorang tabi’in dan semua keluarganya tinggal dalam satu rumah yang ditempati para ulama. Mereka diberikan apresiasi sebagai orang-orang yang bekerja keras karena taat kepada Allah, menegakan shalat, menunaikan zakat dan menjalankan ibadah haji.
Ia belajar dari banyak sahabat Rasulullah SAW, hingga mendapatkan kesempatan untuk meriwayatkan hadis dari Muadz bin Jabal r.a, Bilal bin Rabah r.a, Abdullah bin Mas’ud r.a, Ummul Mukminin Aisyah r.a, Hudzaifah bin Yaman r.a dan para sahabat generasi pertama lainnya.
Dari Aswad bin Yazid banyak ulama yang meriwayatkan hadits, antara lain: anaknya Abdurrahman dan Ibrahim al-Nakha’iy; juga Imam asy-Sya’biy seorang hakim terpercaya. Para rawi selalu menyandingkan nama Aswad bin Yazid dengan Masruq bin al-Ajda’. Mereka mengatakan:” Sesungguhnya Aswad bin Yazid sebanding dengan Masruq bin al-Ajda’ dalam hal keagungan, ilmu, ketsiqahan, dan umur. Ibadah mereka menjadi bunga pembicaraan banyak orang.
Aswad bin Yazid senantiasa mendirikan shalat pada saat waktunya datang. Ia menambatkan untanya meskipun pada batu lalu mendirikan shalat, sebagai implementasi dari firman Allah:” (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS.Luqman:4-5).
Ia hapal al-Qur’an dan membacanya pagi dan petang hari. Ia sangat mengharapkan keutamaan dan pahala dari Allah SWT, mengharapkan perniagaan yang tak akan rugi selamanya. Sebagai wujud dari firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”(QS. Fathir:29-30)
Para ahli sejarah memberikan apresiasi pada Aswad bin Yazid sebagai hamba Allah yang khusyu. Mereka mengatakan,”Ia adalah seorang pembaca yang banyak mendirikan shalat, pejalan yang banyak berpuasa, ahli fiqih yang peka dan seorang fakir yang tertahan (pemenuhan kebutuhannya)
Bukan berarti shalat dan ijtihad yang menjadi konsentrasinya menjadikannya melalaikan kewajiban agama lainnya. Ia juga memberikan perhatian pada kewajiban-kewajiban agamanya serta hak-haknya. Ia sering berpuasa hingga warna bibirnya menjadi hitam pecah karena sangat kering. Ia bersusah payah dalam berpuasa sehingga tubuhnya berona hijau karena sangat kering, kedua matanya cekung, lemah dan sakit.
”Mengapa engkau siksa tubuh ini, wahai Abu Abdurrahman?” tanya Alqamah bin Martsad, seorang sahabatnya.
”Saya menginginkan istrahatnya tubuh ini, wahai saudaraku, wahai orang yang punya kesungguhan.”
Asy-Sya’bi mengapresiasikan sifat Aswad dengan tiga kata, ” Ia adalah shawwam (banyak berpuasa), qawwam (banyak shalat malamnya), hajjaj (banyak hajinya).”
Kegigihannya dalam beribadah menyebabkan fisiknya lemah. Ketika menghadapi sakaratul maut, ia menangis sedih. Lalu teman-temannya berkata,”wahai Abu Abdurrahman, mengapa engkau bersedih seperti ini?.”
”Bagaimana saya tidak bersedih. Sungguh demi Allah, sekalipun saya mendapatkan ampunan dari Allah SWT, saya masih sangat malu atas apa yang sudah saya perbuat. Sesungguhnya seseorang akan berada diantara dirinya dan dosa kecil terakhir, lalu Allah mengampuninya. Saat itu, rasa malu pada Allah pun masih tetap ada.”
Semoga Allah merahmati al-Aswad bin Yazid. Ia telah kembali memenuhi panggilan Tuhannya, dan pulang dari bumi ini pada tahun 75 H. Namanya diletakkan dalam daftar delapan tokoh zuhud yang menjadi teladan dalam hal Qana’ah dan upaya keras untuk meraihnya.
Sumber:
Syiar A’lam an-Nubala’,IV/50-51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar